74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark

Balkesmas Magelang Fasilitasi Pertemuan Kemitraan Untuk Turunkan Stunting


Banyumas - Dalam rangka pengendalian gizi buruk, angka kematian ibu dan stunting di Banyumas, Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) Wilayah Magelang memfasilitasi pertemuan pemantapan kemitraan dalam mencapai prevalensi gizi buruk < 0,05 %. Kegiatan digelar Rabu (3/7/2019) di Aula Balai Paru Paru Purwokerto dibuka oleh Kasi Pelayanan dr Widhy Sulistiawati yang mewakili Kepala Balkesmas Wilayah Magelang Sigit Setya Boedi, S.Km, M. Kes dan diikuti oleh perwakilan kader, ketua organisasi wanita dan lembaga lainnya.

Menurut dr Widhy Pemerintah Provinsi Jawa Tengah gencar melakukan upaya penurunan angka stunting, penanganan gizi buruk dan angka kematian ibu melahirkan serta bayi baru lagi dengan program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng. Program ini menjadi program prioritas pembangunan di sektor kesehatan di Jawa Tengah.

"Penurunan stunting dapat dilakukan dengan upaya penurunan prevalensi gizi buruk," katanya.

Pembicaraan pada pemantapan kemitraan kali ini adalah Dr dr Qodri Santosa, Sp. A, Kepala Dinas Kesehatan Sadiyanto, SKM. M.Kes, Kepala Bidang Kesmas Agus Nugroho, SKM. M.Kes dan Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Heny Sutikno, S.Spt M.Kes.

Menurut Dr dr Qodri Santosa, Sp. A, stunting adalah masalah gizi kronis yaitu kegagalan seorang anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal disebabkan dampak dari kekurangan gizi secara kumulatif dan terus menerus, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi kronis terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK), dan baru nampak setelah anak usia 2 tahun. Keluarga dan masyarakat belum merasa bahwa stunting adalah masalah, hal ini dikarenakan belum banyak yang mengetahui dampak dan anak tidak terlihat sakit. 

"Konsekuensi jangka panjang dari stunting pada anak usia dini akan berpengaruh pada kelangsungan hidup, pertumbuhan linear, perkembangan kognitif, kemampuan belajar di sekolah, produktivitas dan berat badan lahir," jelasnya

Diperlukan upaya mengatasi faktor risiko dari stunting, yaitu kemiskinan, perlindungan kesehatan khususnya pada remaja puteri, ibu dan anak serta kesetaraan dalam keluarga. Perlindungan ini dalam arti penjaminan kecukupan gizi ibu hamil dan tumbuh kembang anak, praktek pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) serta pencegahan dan pengobatan infeksi serta ketersediaan air bersih dan jamban keluarga.

"Anak stunting tidak hanya berasal dari keluarga kurang mampu, ada juga yang berasal dari keluarga mampu tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi. Walaupun lebih banyak pada kelompok keluarga mampu," jelasnya.

Dalam rencana tindak lanjut Heny menyampaikan perlu adanya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat untuk mensosialisasikan materi cegah gizi buruk dan cegah stunting. Mengajak semua pihak untuk bersama peduli pada baduta untuk membantu melaksanakan penyuluhan, melaporkan kasus remaja, ibu hamil dan balita.

"Mencegah balita gizi buruk dan baduta stunting dimulai dengan penyuluhan dan konseling demontrasi pada remaja untuk mencegah anemia dan KEK dengan asupan gizi yang seimbang yaitu makan isi piringku mengandung zat tenaga pembangun dan zat pengatur atau karbohidrat protein hewani dan nabati sayur buah," tambahnya.

Selain itu upaya pendewasaan usia perkawinan juga tetap harus ditingkatkan.

Parsito
Posting Komentar

Posting Komentar

close
close